MAMUJU, Beritabenua- Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) Sulawesi Barat kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Markas Polda Sulawesi Barat, pada Jumat, 13 Juni 2025.
Aksi yang memasuki jilid kedua ini merupakan bentuk keprihatinan atas dugaan ketimpangan institusi di tubuh Polda Sulbar, sekaligus tuntutan terhadap penegakan hukum yang adil dan transparan.
Dalam aksinya, massa Gebrak secara resmi menyerahkan laporan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulbar serta ditembuskan ke Propam Mabes Polri.
Dalam laporan tersebut, Gebrak menyebut adanya indikasi kuat pembiaran terhadap berbagai pelanggaran hukum di wilayah Polda Sulbar.
"Laporan resmi kami hari ini disampaikan langsung ke Propam Polda Sulbar dan ditembuskan ke Mabes Polri. Kami mencatat dan menyuarakan, bukan menuduh tanpa dasar, tetapi membunyikan alarm atas gejala pembusukan yang jika dibiarkan akan menjadi kanker institusi." Ujar Resky Onye, Koordinator Aksi Gebrak Sulbar.
Resky menyoroti sejumlah kasus yang dinilai mangkrak tanpa kejelasan, seperti kasus peredaran oli palsu dan rokok ilegal. Menurutnya, meski bukti-bukti telah ditemukan, tidak ada langkah hukum yang diambil.
"Kasus oli palsu, misalnya. Barang bukti melimpah, TKP jelas, gudang diketahui. Tapi garis polisi? Tidak ada. Tersangka? Tidak ada. Proses hukum? Tak berbekas. Seolah-olah yang digerebek adalah angin." Ungkapnya.
Hal serupa terjadi pada kasus rokok ilegal. Resky menyebut barang bukti yang semula diamankan kini tidak diketahui keberadaannya.
"Rokok ilegal. Barang bukti ada. Tapi ke mana sekarang? Hilang seperti integritas dalam birokrasi. Negara dirugikan, tapi tak satu pun pihak diproses. Apakah hukum sekarang bekerja seperti tukang parkir. Ada uang, aman." Katanya.
Selain itu, Gebrak juga menyinggung proses rekrutmen calon siswa (casis) Polri yang dinilai sarat gratifikasi. Resky mengungkapkan adanya pengakuan dari pejabat internal bahwa seorang casis diloloskan karena orang tuanya menyumbangkan sebidang tanah kepada institusi.
"Apakah integritas bisa dibarter dengan sertifikat tanah? Kalau ini bukan gratifikasi, mungkin kita perlu kamus baru untuk memahami logika hukum hari ini." Kritiknya.
Menurut Resky, berbagai permasalahan ini menunjukkan adanya pembusukan sistematis dalam institusi, bukan sekadar kesalahan teknis. Ia mendesak agar Kapolda dan Wakapolda Sulbar dicopot dari jabatannya dan diproses hukum jika terbukti melakukan pelanggaran.
"Menjelang akhir masa jabatannya, seharusnya Kapolda Sulbar menunjukkan legacy, bukan ironi. Tapi yang terjadi justru diam terhadap penyimpangan. Kami tidak meminta dengan sopan, kami menuntut dengan akal sehat: copot Kapolda dan Wakapolda Sulbar." Tegasnya.
Gebrak menegaskan bahwa aksi ini bukan bentuk provokasi, melainkan wujud kepedulian terhadap tegaknya hukum dan keadilan.
"Jika institusi tak mau dibersihkan dari dalam, maka publik akan membersihkannya dari luar. Ini bukan provokasi, ini cinta terhadap hukum dan nalar." Ungkas Resky.