SINJAI, Beritabenua – Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa, Pemuda, Rakyat (AMPERA) Sinjai menggelar aksi unjuk rasa damai sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pembukaan tambang di wilayah Kabupaten Sinjai.
Meski aktivitas pertambangan belum resmi berjalan, proses perizinan yang sedang berlangsung terindikasi kuat akan segera dieksekusi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar di tengah masyarakat yang bergantung pada pertanian, perikanan, dan sumber daya alam yang lestari.
Aksi ini dipimpin langsung oleh Jenderal Lapangan Aprisal, yang menegaskan bahwa rencana tambang tersebut merupakan bentuk ancaman terhadap lingkungan dan masa depan rakyat Sinjai.
“Kami menolak keras segala bentuk eksploitasi tambang di Sinjai. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal hidup masyarakat. Kami tidak akan tinggal diam jika kelestarian alam dan ruang hidup warga dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak,” tegas Aprisal dalam orasinya di depan kantor DPRD.
AMPERA Sinjai Menyampaikan 5 Pokok Alasan Penolakan:
Mengancam ekosistem dan lingkungan hidup, termasuk hutan lindung, sumber air, dan tanah produktif.
Mengganggu ketahanan pangan dan ekonomi warga yang bergantung pada sektor agraria dan kelautan.
Berpotensi memicu konflik horizontal dan vertikal jika tambang dipaksakan tanpa persetujuan rakyat.
Tidak adanya transparansi publik dalam proses perizinan.
Sinjai lebih tepat dikembangkan sebagai wilayah konservasi dan pertanian, bukan kawasan industri tambang.
Tuntutan Resmi AMPERA kepada DPRD Provinsi Sulawesi Selatan:
Menghentikan seluruh proses perizinan tambang di Sinjai.
Menolak rekomendasi penerbitan izin baru melalui Dinas ESDM dan DLH Provinsi Sulsel.
Menerbitkan rekomendasi resmi dari DPRD Provinsi kepada Gubernur agar menolak pembukaan tambang.
Membuka ruang dialog (RDP) terbuka bersama masyarakat, mahasiswa, dan pihak pemerintah terkait.
Evaluasi ulang RTRW Kabupaten Sinjai yang memberi celah eksploitasi tambang.
AMPERA juga menegaskan bahwa dasar hukum perjuangan ini bersandar pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, UU No. 9 Tahun 1998, UU No. 23 Tahun 2014, serta Permen LHK No. 4 Tahun 2021, yang secara jelas melindungi hak rakyat atas lingkungan hidup yang sehat dan keterlibatan publik dalam pengambilan kebijakan.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi menolak kehancuran. Jika tambang dipaksakan, berarti negara mengabaikan suara rakyat. Kami akan terus bersuara sampai keadilan ekologis ditegakkan,” tambah Aprisal selaku Jenderal Lapangan.
AMPERA Sinjai menyerukan kepada seluruh masyarakat, aktivis, dan lembaga pemerhati lingkungan untuk bersatu menolak proyek tambang ini, demi masa depan Sinjai yang hijau, adil, dan berkelanjutan.