MAKASSAR, Beritabenua–Rapat Dengar Pendapat (RDP) kedua yang digelar Komisi D DPRD Sulawesi Selatan kembali tidak membuahkan hasil. PT Trinusa, perusahaan tambang yang tengah disorot publik akibat dugaan pelanggaran izin usaha pertambangan (IUP) di Sinjai, kembali mangkir dari undangan resmi dewan. Absennya perusahaan tambang tersebut membuat aliansi mahasiswa dan pemuda rakyat Sinjai menilai DPRD tidak tegas dalam membela kepentingan rakyat.
RDP yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi D DPRD Sulsel seharusnya menjadi momentum penting membongkar kejanggalan izin tambang di Sinjai. Namun tanpa kehadiran pihak perusahaan, diskusi berlangsung timpang dan tidak menghasilkan jawaban konkret.
“Seharusnya PT Trinusa hadir untuk mempertanggungjawabkan aktivitasnya. Tapi faktanya, sampai RDP kedua, mereka tetap tidak menghormati lembaga DPRD maupun rakyat Sinjai,” tegas Ketua Komisi D.
Jenderal Lapangan Aliansi, Isyal Aprisal, menilai sikap PT Trinusa adalah bentuk pelecehan. “Kalau perusahaan bisa seenaknya mangkir, lalu apa gunanya DPRD Sulsel? Jangan sampai dewan terlihat lemah di hadapan korporasi,” katanya lantang.
Aktivis mahasiswa lain menambahkan, “Dua kali mangkir adalah bukti perusahaan tidak serius. DPRD harus berani merekomendasikan pencabutan izin. Kalau tidak, rakyat akan menganggap DPRD hanya sekadar panggung formalitas.”
Sementara itu, Andi Aan Nugraha dengan nada santai menyebut, “Kalau begini, ya kita tunda saja dulu RDP. Karena tanpa kehadiran PT Trinusa, percuma dilanjutkan.”
Aliansi Mahasiswa Pemuda Rakyat Sinjai memastikan akan terus mengawal isu ini. Mereka menegaskan RDP harus kembali dilanjutkan dan menghadirkan PT Trinusa. Jika perusahaan tetap mangkir, maka DPRD Sulsel harus siap memfasilitasi Aliansi Mahasiswa Pemuda Rakyat (Ampera) Sinjai untuk membawa persoalan ini ke Senayan (DPR RI) sebagai langkah advokasi lanjutan.
Gerakan besar yang terus dilakukan ini menjadi bukti nyata bahwa rakyat tidak tinggal diam. Namun di sisi lain, gerakan tersebut juga pertanda lemahnya DPRD sebagai wakil rakyat, yang gagal menunjukkan ketegasan di hadapan perusahaan tambang.