SINJAI, Beritabenua- Sekitar 500 orang dari tiga komunitas adat yaitu Pattiro Toa, Rumbiah, dan Laha-laha yang wilayah adatnya berada di Desa Terasa, Kecamatan Sinjai Barat, menggelar Konsolidasi Akbar pada Senin, 21 Juli 2025, bertempat di Masjid Toa, wilayah adat Pattiro Toa.
Kegiatan ini merupakan respon tegas terhadap masuknya wilayah adat mereka ke dalam konsesi izin usaha pertambangan (IUP) dan meningkatnya aktivitas tim survei pertambangan di wilayah adat tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan masyarakat adat.
Menurut Abdul Latif, salah satu tokoh masyarakat adat yang hadir dalam konsolidasi tersebut, masyarakat adat sama sekali tidak pernah diberitahu bahwa wilayah mereka telah dimasukkan dalam rencana tambang. Terlebih lagi, tidak ada izin ataupun persetujuan yang diberikan kepada tim survei yang beraktivitas di dalam wilayah adat.
“Segala aktivitas tim pertambangan di wilayah adat kami tidak pernah meminta izin kepada kami sebagai pemilik wilayah. Kami juga tidak pernah ditanya jika wilayah adat kami dimasukkan dalam rencana pertambangan,” tegas Abdul Latif.
Sebelumnya, masyarakat adat telah memberikan peringatan keras melalui pemasangan spanduk penolakan tambang di gerbang masuk dan titik-titik penting wilayah adat. Spanduk tersebut secara tegas menyatakan bahwa wilayah tersebut adalah tanah adat dan semua aktivitas di dalamnya harus berdasarkan persetujuan masyarakat adat.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sinjai, yang turut hadir dan memfasilitasi konsolidasi ini, mencatat bahwa lebih dari 57% wilayah adat ketiga komunitas ini telah masuk dalam konsesi pertambangan, yang sangat mengancam ruang hidup masyarakat adat, mengancam eksistensi budaya, serta meningkatkan risiko kerusakan lingkungan. Wilayah adat ini diketahui sebagai hulu berbagai sungai dan sumber mata air penting, serta merupakan habitat spesies endemik Sulawesi Selatan.
Awaluddin Syam, Koordinator Bidang Ekonomi dan Sosial Budaya AMAN Daerah Sinjai menyatakan bahwa:
“Masuknya wilayah adat dalam IUP oleh pemerintah atau pihak manapun harus mempertimbangkan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya. Yang paling utama adalah harus brangkat pada persetujuan masyarakat adat sebagai pemilik sah wilayah tersebut.”
Tuntutan Tegas Masyarakat Adat
Dari konsolidasi ini, masyarakat adat menyatakan satu keputusan penting:
yang pertama mendesak Pemerintah Desa Terasa untuk segera menghentikan seluruh proses survei pertambangan di wilayah adat.
Jika hingga Kamis, 24 Juli 2025, aktivitas survei masih berlangsung, masyarakat adat akan melakukan aksi penyampaian aspirasi langsung ke Kantor Desa Terasa.
Konsolidasi ini adalah bukti nyata bahwa masyarakat adat tidak akan tinggal diam dalam menghadapi ancaman terhadap tanah dan identitas mereka. Ini juga menjadi peringatan keras kepada semua pihak bahwa tanah adat bukan ruang kosong yang bisa dieksploitasi sesuka hati.