PENAJAM, Beritabenua.com – Penajam – Konflik lahan antara warga dari empat wilayah yaitu Kelurahan Riko, Sotek, Sepan, dan Desa Bukit Subur—dengan PT Belantara Subur, perusahaan pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI), kini menjadi fokus utama DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). DPRD menekankan pentingnya proses validasi data sebagai langkah awal untuk menyelesaikan perselisihan ini sebelum dibawa ke tingkat pusat.
Ketua Komisi I DPRD PPU, Ishaq Rahman, menjelaskan bahwa perbedaan data luas lahan yang diklaim warga dan perusahaan menjadi sumber utama ketegangan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Senin (19/5/2025). Warga menyatakan luas lahan yang mereka manfaatkan sekitar 5.000 hektare, sementara perusahaan mengklaim mengelola sampai 6.800 hektare.
Warga selama ini memanfaatkan lahan untuk menanam karet, padi, dan kelapa sawit, meskipun kawasan tersebut merupakan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) yang perizinannya hanya mengizinkan tanaman kehutanan. Perusahaan sudah memegang izin HPH dan HTI sejak 1992 yang tidak mencakup budidaya sawit, sehingga keberadaan tanaman sawit di lahan tersebut menjadi salah satu masalah utama.
Ishaq juga mengungkap adanya program dari pihak ketiga, seperti BFI, yang pernah membina kelompok masyarakat dalam pengembangan sawit. Hal ini diduga memengaruhi warga untuk menanam sawit secara mandiri, meskipun tidak sesuai dengan aturan kawasan.
DPRD menegaskan posisinya sebagai mediator antara masyarakat dan pihak terkait tanpa memiliki kewenangan eksekutif. Ishaq mengingatkan pentingnya memperhatikan kondisi sosial warga yang menggantungkan hidup di lahan tersebut, tanpa mengabaikan aturan yang berlaku.
DPRD berencana menggelar RDP lanjutan sembari menunggu laporan dan data peta dari aparat kecamatan dan desa. Sinkronisasi data peta dianggap krusial untuk menghilangkan tumpang tindih informasi, dengan target penyelesaian dalam satu bulan ke depan.(adv)