SINJAI, Beritabenua--Rencana operasional tambang di Kabupaten Sinjai mulai menunjukkan keseriusan.
Dari izin eksplorasi, kini investor disebut-sebut telah mengantongi izin produksi.
Namun, di balik narasi investasi dan pembangunan, hadir kegelisahan yang tak bisa dikesampingkan: akankah tambang menjadi berkah, atau justru bencana ekologis dan sosial bagi tanah Panrita Kitta’?
GMNI Sinjai dengan tegas menyatakan bahwa tambang bukanlah solusi, melainkan ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup masyarakat lokal.
“Di tengah krisis iklim yang terus memburuk, kehadiran industri ekstraktif seperti tambang akan memperparah degradasi lingkungan. Kerusakan hutan, pencemaran air, hingga perubahan bentang alam menjadi harga mahal yang harus dibayar” kata Faisal Setiawan. Selasa (17/6).
Panrita Kitta’ kata dia, tak lain petani, nelayan, masyarakat adat, mereka adalah penjaga keseimbangan.
“Tanah dan laut bukan sekadar ruang ekonomi, tapi ruang hidup dan budaya yang diwariskan lintas generasi,” tegasnya.
Jika tambang terus dipaksakan, bukan hanya lingkungan yang terancam, tapi juga identitas dan hak hidup masyarakat akar rumput.
“GMNI menyerukan kepada pemerintah daerah untuk menghentikan langkah-langkah yang memihak modal dan mulai berpihak kepada rakyat dan alam. Sinjai bukan untuk dijual. Tanah ini adalah warisan, bukan komoditas,” lengkapnya.