KEPULAUAN SANGIHE, Beritabenua--Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara menjadi sorotan nasional karena adanya kegiatan pertambangan emas yang dikelola oleh perusahaan asing, PT Tambang Mas Sangihe (TMS). Perusahaan ini mendapat izin untuk menambang emas di area seluas lebih dari 40.000 hektare, yang mencakup sekitar separuh pulau utama.
Meskipun ada tambang emas, PAD Kabupaten Sangihe tetap rendah. Salah satu sebabnya adalah sistem bagi hasil yang tidak adil serta lemahnya pengawasan dan pengelolaan sumber daya alam.
Banyak hasil tambang yang tidak tercatat sebagai kontribusi langsung ke kas daerah, karena keuntungan besar justru mengalir ke pusat atau pihak perusahaan.
Tak hanya itu, bencana alam seperti longsor dan banjir makin sering terjadi, diperparah oleh rusaknya hutan lindung dan hilangnya kawasan resapan air. Aktivis menuding pembukaan lahan tambang memperparah daya dukung lingkungan dan membuat Sangihe makin rentan terhadap bencana
Kegiatan tambang memperparah kerusakan hutan dan lereng, yang berujung pada bencana ekologis. Warga juga khawatir terhadap pencemaran sumber air dan dampak terhadap keanekaragaman hayati, mengingat Sangihe merupakan pulau kecil dengan ekosistem rapuh.
"Kami tidak menolak emasnya, kami menolak matinya kehidupan," ujar seorang warga Kampung Bowone, salah satu desa yang terdampak langsung oleh konsesi tambang
Kasus Sangihe menjadi contoh nyata bahwa keberadaan tambang belum tentu otomatis meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal atau PAD, apalagi jika tidak dikelola secara adil, transparan, dan berkelanjutan. Sebaliknya, bisa memicu ketimpangan dan bencana ekologis.
Selain Sangihe, beberapa wilayah lain juga mengalami fenomena serupa:
1. Kabupaten Banyuwangi (Jawa Timur)
Memiliki tambang emas di Gunung Tumpang Pitu.
Warga menolak karena tambang berpotensi merusak hutan lindung dan meningkatkan risiko bencana seperti longsor dan banjir.
2. Kabupaten Mimika (Papua Tengah)
Lokasi tambang emas terbesar di Indonesia, yaitu Freeport.
Meski menghasilkan emas dalam jumlah besar, masyarakat adat di sekitar tambang masih menghadapi kemiskinan dan minim akses pelayanan dasar.