Perang Iran-Israel Mengancam Perekonomian Global, Indonesia Harus Siap Hadapi Lonjakan Harga Energi

BeritaBenua.com —
Beritabenua
BeritabenuaPenulis
Ilustrasi

OPINI, Beritabenua- Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel yang terus memanas bukan hanya menjadi ancaman bagi stabilitas kawasan Timur Tengah, tetapi juga telah menjelma menjadi ancaman nyata bagi perekonomian global.

Di balik ledakan rudal dan pernyataan-pernyataan politik yang menyulut emosi, tersimpan kekhawatiran besar akan terganggunya jalur vital distribusi energi dunia dan Indonesia, sebagai negara pengimpor minyak terbesar dari kawasan tersebut, berada dalam posisi sangat rentan.

Letak strategis Iran di antara Teluk Persia dan Selat Hormuz atau yang sering disebut sebagai "urat nadi minyak dunia" menjadi kunci utama distribusi lebih dari 20% pasokan minyak mentah global. Jika konflik ini terus bereskalasi dan Iran benar-benar menutup akses Selat Hormuz sebagai bentuk respons terhadap tekanan militer dan politik, maka dampaknya akan sangat dahsyat. Harga minyak mentah bisa melambung ke level tertinggi dalam satu dekade, dan itu bukan lagi sekadar prediksi.

Bagi Indonesia, ini bukan sekadar berita luar negeri. Ini adalah alarm keras. Sekitar 70% pasokan minyak nasional berasal dari impor, dan sebagian besar di antaranya datang dari kawasan Teluk.

Artinya, setiap lonjakan harga minyak di pasar internasional akan langsung menggedor APBN, mengguncang neraca perdagangan, dan menimbulkan efek domino terhadap harga kebutuhan pokok, transportasi, bahkan biaya produksi industri dalam negeri.

Pemerintah mungkin dapat mencoba meredam gejolak dengan subsidi. Namun kita semua tahu, subsidi adalah solusi jangka pendek yang akan kembali menghantam anggaran negara dalam jangka panjang.

Ketahanan energi kita sedang diuji, dan tidak ada kata lain selain siap terhadap segala kemungkinan, termasuk lonjakan harga, pelemahan rupiah, inflasi, dan krisis kepercayaan terhadap ketahanan ekonomi nasional.

Perang ini bukan hanya tentang dua negara yang bertikai. Ini adalah peringatan keras tentang bagaimana dunia yang terhubung begitu rapat lewat jalur ekonomi bisa runtuh hanya karena satu titik konflik.

Dan jika kita masih mengandalkan impor sebagai tumpuan energi tanpa diversifikasi dan kesiapan krisis, maka kita harus siap pula menerima konsekuensinya: kenaikan harga BBM, melonjaknya biaya logistik, hingga gelombang keresahan sosial.

Kini saatnya Indonesia mengaktifkan seluruh perangkat krisis. Menyiapkan strategi mitigasi, memperkuat cadangan energi nasional, dan mendesak percepatan transisi energi yang selama ini hanya terdengar sebagai wacana. Krisis di Timur Tengah tidak akan menunggu kesiapan kita dan dampaknya sudah terasa bahkan sebelum bom berikutnya meledak.

Oleh: Titik Puspita Sari

    Tim Editor

    Beritabenua
    BeritabenuaEditor

    Berita Terkait

    Cover
    Opini

    Saya Kerja di Industri, Tapi Saya Tolak Tambang di Sinjai

    Beritabenua 2 hari lalu

    Baca
    Cover
    Opini

    Dilema Porang Larea-rea: Investasi Menggoda, Izin Terbengkalai, Petani Menanti

    Beritabenua 4 hari lalu

    Baca
    Cover
    Opini

    Melampaui Emas: Membangun Sinjai Berbasis Potensi Lokal

    Beritabenua 8 hari lalu

    Baca
    Cover
    Opini

    Dampak Mematikan dari Pertambangan Emas

    Beritabenua 10 hari lalu

    Baca
    Cover
    Opini

    Ketika Pulau Kecil Dikorbankan dan Undang-Undang Dilanggar oleh Negara Sendiri

    Beritabenua 10 hari lalu

    Baca

    Baru